Aku dan Mimin sudah jarang lagi punya kesempatan untuk berdua saja, karena isteriku sekarang lebih sering di
rumah, jarang bepergian. Sebenarnya aku juga sudah 'usaha' mendapatkan kesempatan berdua saja dengan Mimin
dengan cara menawari isteriku untuk menengok anak-anak di Bandung. Tapi tetap saja dia tak bersedia.
"Minggu depan mereka 'kan pulang"begitu katanya, atau.
"Biarlah, toh mereka udah gede", atau.
"Ayo kita tengok bareng"
Tentu saja Aku jawab tak bisa, sibuk alasanku.
Sejauh ini 'pelajaran' yang kuberikan kepada Mimin sudah hampir seluruhnya, seingatku. Mimin dalam umurnya yang
hampir 17 tahun sudah mengerti tentang hubungan suami-isteri, tentang bagaimana perangsangan dilakukan, dan
juga tentang ejakulasi. Menyaksikan Aku, ayah angkatnya ejakulasi saat dia belajar mengoralku, juga menonton
hubungan seks yang kulakukan dengan isteriku dari awal sampai akhir. Bahkan dia juga sudah merasakan sendiri
nikmatnya dirangsang ketika Aku mengulumi puting dadanya dan menjilati kewanitaannya.
Yang dia belum alami adalah orgasme-nya sendiri. Tentu saja ini sulit kuberikan, karena Aku sudah commit tak
akan merusak anak angkatku walaupun dia pernah memintanya. Bahkan Aku sempat juga tergoda untuk melakukannya.
Tapi, biarlah yang satu itu ia dapatkan dari suaminya kelak. Kadang Aku merindukan saat-saat berdua saja dan
bebas melakukan apa saja (kecuali yang satu itu). Tapi Aku memang benar-benar ingin lagi merabai tubuhnya.
Sudah beberapa bulan Aku tak lagi 'memeriksa' sudah sebesar apa buah dadanya, atau sedah lebatkah bulu-bulu
kelaminnya. Kesempatan untuk berdua semakin susah kudapatkan, apalagi Mimin sudah semakin sibuk dengan
kegiatan-kegiatan eks-kul-nya. Bahkan untuk bertanya berapa sekarang ukuran bra dia, aku tak punya kesempatan.
Tapi.... suatu pagi ketika Aku sedang di kantor, telepon berdering.
"Ayah, punya nomor telepon Avia Travel gak?" terdengar suara isteriku.
Aku hampir melonjak kegirangan. Itu artinya isteriku mau ke Bandung.
"Ada...ada... bentar Ayah cari dulu...."kataku girang.
Cepat-cepat Aku cari di HP, gak ketemu. Di buku catatan juga tak ketemu.
"Tutup dulu dah Bu, entar Ayah telepon"
Kenapa musti bingung cari-cari? Telepon saja 108, beres. Itulah Aku, saking gembiranya sampai lupa. Aku juga
tak memikirkan kenapa isteriku tak nelepon saja ke Penerangan, mungkin dia juga lupa. Nomor sudah kudapat.
"Kapan Ibu mau ke Bandung?"tanyaku
"Eh... siapa yang mo ke Bandung" Seketika lenyaplah kegembiraanku.
"Lhah .... nanya travel buat apa?"tanyaku.
"Ini.... ibu-ibu tetangga pada mau jalan-jalan ke Jatiluhur...."
"Oooh...."kataku melongo, dan tentu saja kecewa.
"Ibu gak ikut?"
"Pasti dong ..... boleh kan Yah..."
"Boleh....boleh...."jawabku cepat.
"Makasih ya...." Untung dia tak curiga, kenapa Aku begitu bersemangat memberi izin....
***
Hari Minggu pagi-pagi isteriku sudah sibuk melakukan persiapan untuk jalan-jalan. Mimin sibuk pula membantunya.
"Bener kamu gak ikut, Min"tanya isteriku.
"Penginnya sih Bu.... tapi udah janjian ama temen2 nih....lagian 'kan ibu-ibu semua..."
"Tante Rina bawa anaknya tuh...."
"Iya emang, tapi kan .... masa Mimin gaul ama anak SD...."kata Mimin.
"Iya sih... emang ini acara ibu-ibu. Kali aja Mimin pengin ikutan"kata isteriku.
Aku antarkan isteriku sampai pintu pagar, selanjutnya Mimin membawakan tas berisi makanan sampai ke taman di
kompleks perumahan, di mana bus Avia travel sudah siap terparkir. Aku hanya melihatnya dari kejauhan saja.
Dasar ibu-ibu, heboh, mulutnya yang lebih banyak bekerja dibanding tangannya. Kulihat Mimin masih disitu,
padahal Aku harapkan dia segera balik. Sampai bus berangkat dan lenyap di tikungan, barulah Mimin pulang. Aku
masih di depan pintu memperhatikan Mimin jalan menuju rumah. Inilah saatnya.... Aha... belum-belum penisku
menegang melihat Mimin dengan blouse ketatnya. Dadanya berguncang indah ketika dia jalan cepat. Uh.... dada
anak ini sudah tumbuh sempurna. Berapa bulan ya Aku tak melihat gumpalan daging kembar itu?
Aku masuk, dengan berdebar menunggu kedatangan Mimin. Begitu beberapa langkah Mimin memasuki pintu, Aku sergap
dan memeluknya erat-erat. Walaupun agak kaget Miminpun segera menyambut pelukanku. Kurasakan ganjalan dadanya
memang lebih sesak.
"Min....."
"Ayah....."katanya
"Ayah kangen...."
"Kan tiap hari ketemu"katanya.
"Iya, tapi udah lama Ayah engga peluk kamu..."
"Iya ya Yah.... dah lama banget"
"Tubuh kamu....."kataku sambil merabai pantatnya. Makin padat dan makin membulat.
"Kanapa tubuh Mimin Yah...."
"Makin sexy aja...."
"Masa' sih Yah....."katanya sambil melepas pelukan dan mengamati tubuhnya sendiri.
"Rasanya biasa aja tuh.... sexy gimana Yah..."sambungnya.
Kutangkupkan kedua telapak tanganku ke kedua buah dadanya.
"Buah dadamu udah gede sekarang"kataku.
"Berapa sekarang ukuran bra kamu?"
"34B Yah...."
"Wow... udah sama ama punya Ibu tuh..."komentarku.
Kedua tanganku turun ke pinggangnya.
"Pinggang kamu mkin ramping...."
"Engga kok Yah....ukuran celana masih sama tuh..."
"Oh...mungkin ini nih..."kataku sambil tanganku merabai lengkungan indah pinggulnya.
"Pinggulmu nambah jadi pinggangmu terlihat menyusut"
Lalu tanganku ke belakang tubuhnya dan lalu meremasi kedua gumpalan pantatnya.
"Pantatmu ..... hmmm..... sexy banget...."
Lalu dengan cepat tanganku menuju dadanya melepas kancing blouse-nya satu persatu.
"Ayah mo ngapain...."
"Mimin blum mandi....."katanya lagi. Tangannya mencegah tanganku.
"Cuman pengin ngeliat aja..."kataku.
Lalu tangannya melepas tanganku. Aku meneruskan pekerjaaanku sampai semua kancingnya lepas. Juga blouse-nya
sekalian kutanggalkan. Mimin tak menolak.
Cup bra warna krem itu bagai tak mampu menampung kedua 'bola' putih mulus itu.
"Hmmm.... kaya'nya kamu harus pakai 36 Min...."
"Udah pernah nyoba.... kegedean Yah...."
"Atau coba yang 34 cup C deh...."
"Iya keknya"katanya.
Tanganku bergerak ke punggungnya dan melepas kaitan bra-nya. Mimin biasa saja, tak berreaksi. Bra itu
terlepas....
Wow !
Kini kedua bola kembar itu tampak seutuhnya.
Sepasang gumpalan daging yang dibungkus oleh kulit putih dan mulus, tanpa cacat. Urat-urat kehijauan samar-
samar menghiasi, menambah keindahan buah dada perawan ini. Mataku tak berkesip memandanginya...
"Kenapa Yah.... sampai melotot gitu...."katanya.
Puting dadanya berwarna nyaris pink, masih kecil seperti dulu, bedanya, sekarang menonjol menggemaskan.
"Puting dadamu......"
"Kenapa?"
"Udah nonjol, sekarang...."
"Habisnya.... Ayah raba-raba.... kan Mimin jadi horny...."
Aku terkejut. Dia sudah mengenal kata 'horny'. Rasanya Aku belum pernah mengnalkan kata itu.
Langsung saja mulutku merapat hendak menjangkau puting indahnya.
"Yah.... Mimin blum mandi....."
Aku tak peduli. Tak ada aroma aneh. Kukemot pelan-pelan puting yang mulai mengeras itu.
Mimin melenguh pelan.
Mulutku mengemoti puting kirinya sedangkan telapak tanganku meremasi dada kanannya. Puting itu makin keras.
Mimin merintih....
Sudah mirip rintihan wanita dewasa yang sedang menikmati rangsangan pada tubuhnya, bukan lagi rintihan gadis 16
tahun...
"Kita ke kamar Yah....."bisiknya pelan sambil terengah
Aku tersadar. Aku menciumi buah dada anak angkatku di ruang tamu. Bagaimana kalau tiba-tiba ada orang masuk ?
Kututup pintu depan dan kukunci, lalu Aku membimbing Mimin masuk ke kamarnya. Mimin masih sempat menyambar
blouse dan bra yang tercecer di lantai. Mimin langsung merebahkan diri ke kasur. Aku mengikutinya dan menindih
tubuhnya.
"Ayah udah keras....."katanya lemah.
"Terasa ya...."kataku.
Kubelai-belai dulu seluruh wajahnya. Dimataku, pagi ini Mimin jadi cantik luar biasa. Wajah putih bersih itu
jadi bersemu merah. Aku langsung mencium bibirnya dan Mimin menyambut ciumanku dengan hangat. Bibir dan
lidahnya segera bermain mengimbangi permainanku. Berbeda dengan ciuman beberapa bulan lalu, kali ini ciuman
Mimin terkesan ganas. Aku tak ingat lagi bahwa wanita yang sedang kutindih tubuhnya dan kulumat bibirnya ini
adalah anak angkatku. Rasanya Aku sedang mencumbui isteriku, cumbuan dalam proses menuju hubungan suami isteri.
Dalam bayanganku, isteriku ini menjadi jauh lebih muda. Terbayang kan nikmatnya ? Aku lupa bahwa isteriku
sebenarnya sekarang sedang duduk dalam bus menuju Jatiluhur.
Lelah berciuman, biasanya mulutku terus ke bawah menciumi leher. Biasanya isteriku menggelinjang menerima
ciuman di lehernya. Tapi "isteri"ku ini hanya merintih dan merintih, tubuhnya hanya sedikit ber-gerak-gerak,
bukan menggelinjang. Dari leher turun ke dada, pastilah.
Aku mulai dari menciumi buah sebelah kanan sementara tanganku meremasi dada kiri. Dalam genggamanku buah ini
sama besarnya milik isteriku, tapi... kekenyalannya jauh berbeda. Dada "isteriku" ini begitu keras dan padat.
Mulutkupun merasakan perbedaan. Puting yang sedang kukemot ini lebih mungil. Reaksinya juga beda. Berbeda
dengan Mimin beberapa bulan lalu sering geli-geli sehingga kadang2 menepis, Mimin sekarang menikmatinya dengan
merintih-rintih dan tubuh berkelojotan, sehingga sering mulutku harus mengikuti 'buah' yang 'berlari' kesana-
kemari. Lalu tangan dan mulutku berganti peran, mulutku pindah ke dada kiri dan tanganku ke dada kanan.
Tapi tak lama, Aku seolah "diingatkan" oleh gerakan pinggulnya yang mendesakkan selangkangannya ke
selangkanganku. Diingatkan ada yang belum kujamah. Tanganku melepas buah dadanya dan bergerak ke bawah menyusup
ke balik rok-nya, lalu menyusup sekali lagi ke balik celana dalamnya. Ehm.... terasa oleh tanganku, bulu-bulu
halus itu. Memang seperti yang sudah kuduga, Mimin telah basah. Tapi Aku tak mengira dia akan sekuyup ini.
Kakinya membuka seolah memberi jalan untuk tanganku. Begitu ujung jariku menyentuhnya, Mimin langsung melenguh
keras, dan panjang.
"Ooh....ayah...."
"Napa Min...."
"....Sedap....banget...."katanya terputus-putus.
Padahal jariku cuma menggosoki clit dan pintu liangnya.
Tiba pada tahap selanjutnya, yaitu seperti biasa, Aku akan membenamkan kepalaku di selangkangan isteriku,
cunillingus. Maka Aku bangkit, memelorotkan rok dan sekaligus celana dalamnya. Sejenak Aku tertegun. Dua hal
yang membuatku 'pause', pertama, yang sedang kutelanjangi ini ternyata bukan isteriku seperti bayanganku tadi.
Dan kedua, vagina ini sudah berubah. Permukaannya sudah ditumbuhi bulu-bulu halus yang hampir merata. Mirip
vagina artis JAV yang sering kulihat di internet, kalau tak salah namanya Miyabi...
Isteriku atau bukan, kali ini dia adalah milikku. Lalu ketika aku menundukkan kepala, "isteriku" ini bangkit.
"Yah.... jangan di sini....'
"Kenapa...?"
"Kalo-kalo temen Mimin nanti dateng.... biasanya langsung ke kamar...."
"Emang jam berapa mereka dateng"
Mimin melirij jam dinding.
"Masih sejam lagi sih.... tapi...."
"OK. kita pindah ke kamar Ayah"kataku.
Mimin bangkit sambil buru2 menyambar pakaiannya yang berserakan.
Sampai di kamarku, tiba-tiba Aku ingat sesuatu.
"Kita ke atas aja yuk...."
Kalau teman2 Mimin datang pasti akan mendengar lenguhan Mimin yang sekarang jadi keras. Mimin menangkap
maksudku, maka dengan masih telanjang bulat sambil menggamit pakaiannya Mimin naik tangga. Aku ikut di
belakangnya sambil menikmati goyang pantat polosnya yang begitu menggairahkan.
Kita berdua masuk ke kamar anakku dan langsung menguncinya. Mimin rebah terlentang di kasur, pahanya dibuka
lebar-lebar menyuguhkan belahan vagina yang membasah. Aku juga langsung melepas seluruh pakaianku dan menyerbu
selangkangan Mimin. Segera tercium aroma khas perawan, aroma yang kusukai. Aku mulai dengan menjilati clit dan
liangnya. Mimin lagi-lagi merintih dan tubuhnya gelisah.
"Ayah.....Ayah...."serunya pelan di sela-sela rintihannya. Beberapa menit kemudian.... tibalah saatnya.
"Ayo ...Yah.... masukin....sekarang....."katanya terputus-putus.
Aku bangkit dan bertumpu pada kedua lututku. Kelaminku dengan gagahnya telah siap. Kami berdua sudah
terrangsang sedemikian tingginya sehingga kami lupa tentang diri kami masing-masing. Yang Aku ingat hanyalah
Aku segera akan memasuki tubuh perempuan yang gelisah membasah ini. Kuletakkan kepala penisku di liang senggama
Mimin yang hanya terlihat seperti garis lembab. Kugosok-gosokan vertikal dari kelentit ke bawah dan sebaliknya.
Begitu terus berulang-ulang agar "garis" itu membuka. Mimin makin tak karuan.
Lalu.... pada posisi yang tepat, Aku menekan pelan. Mentok. Kepala penisku seperti membentur dinding. Kuulang
menggosok lagi beberapa kali, lalu mulai menekan, agak keras. Kepala penisku nyaris tenggelam ketika Mimin
mengaduh. Kulihat wajahnya berkerut menahan sakit. Tekanan kukendorkan.
"Sakit...Min....."
Mimin mengangguk-angguk. Bibirnya mengatup, kepalanya tengadah menatap atap dan matanya terpejam.
"Terus aja Yah...."serunya agak keras.
Justru suaranya yang agak keras ini menggugah kesadaranku. Sebentar lagi Aku akan merobek selaput dara anak
angkatku. Pantaskah perbuatanku ini?
".....Ayo Yah....."
Anakku lah yang mengundang, akankah Aku menerima undangannya ?
Aku bimbang.
Antara ya dan tidak
Antara memenuhi nafsu dan menimbang moral.
Sempitnya vagina ini memang menggiurkanku untuk merasakan sensasi yang pernah kurasakan belasan tahun lalu di
waktu malam pengantin. Tapi, harus dibayar mahal oleh masa depan anak perwan ini.
Begitu bejatkah Aku ?
Tidak ! Aku tak sebejat itu. Mengorbankan masa depan anak angkat hanya demi sensasi selaput dara.
Aku menarik kelaminku.
Mata Mimin terbuka.
"Kenapa Ayah....?"
Aku hanya memandanginya.
"Ayah....?"
"Engga, Min...."
Wajah Mimin masih menatapku dengan keheranan.
"Sebaiknya tidak kita lakukan...."kataku.
"Tapi Ayah.... Mimin pengin ngerasain....."
"Tidak Mimin, tidak sepantasnya ...."
"Mimin ingin Ayah yang pertama melakukannya...."
Aku hanya diam.
"Aku rela Yah......"
Aku bingung.
Tapi di saat kritis begini, Aku tiba-tiba menemukan jalan keluar.
Kubenamkan lagi wajahku ke selangkangan Mimin. Kujilati lagi clit-nya, liangnya.
Mimin kembali mendesah.
Bahkan clitnya kini kukemot-kemot.
Mimin makin tak karuan.
Aku terus tak peduli rintihannya.
....Sampai beberapa menit kemudian......
Tubuhnya mengejang hebat. pahanya menjepit kepalaku dengan kencang.
Lalu kudengar lenguhan panjang, bahkan teriakan nada tinggi.
Kurasakan tubuhnya bergetar dan lalu berkedut-kedut beraturan, beberapa kali.
Mimin telah sampai.
"Ayah......... enak bangeeet........"
Kulepas kemotanku, kubiarkan tubuhnya berkedutan. beberapa lama.
Lalu kurasakan jepitan pahanya melonggar.
Pahanya jatuh, tubuhnya rebah lemas.
Aku melepaskan diri. Mimin lalu meraih tubuhku dan memelukku kencang.
"Terima kasih Ayah....... enak banget......"
Aku juga memeluknya erat.
"Baru kali ini Mimin merasakan sedapnya......"
Mimin telah merasakan orgasme pertamanya...... !
Orgasme Sang Perawan,
Orgasme clitoral.
Kubiarkan Mimin larut menikmati orgasme pertamanya. Wajahnya bersemu merah dihiasi butiran2 keringat, matanya
masih terpejam. Pinggulnya kadang masih berkedut. Beberapa menit kemudian tubuhnya mulai agak tenang, dan
matanya membuka, menatapku, dan tersenyum... (Friends, menurutku senyum yang paling indah adalah senyum tulus
dari cewe yang baru saja mengalami orgasme ! Silakan buktiin sendiri...he..he..)
"Makasih Ayah...."ujarnya
rumah, jarang bepergian. Sebenarnya aku juga sudah 'usaha' mendapatkan kesempatan berdua saja dengan Mimin
dengan cara menawari isteriku untuk menengok anak-anak di Bandung. Tapi tetap saja dia tak bersedia.
"Minggu depan mereka 'kan pulang"begitu katanya, atau.
"Biarlah, toh mereka udah gede", atau.
"Ayo kita tengok bareng"
Tentu saja Aku jawab tak bisa, sibuk alasanku.
Sejauh ini 'pelajaran' yang kuberikan kepada Mimin sudah hampir seluruhnya, seingatku. Mimin dalam umurnya yang
hampir 17 tahun sudah mengerti tentang hubungan suami-isteri, tentang bagaimana perangsangan dilakukan, dan
juga tentang ejakulasi. Menyaksikan Aku, ayah angkatnya ejakulasi saat dia belajar mengoralku, juga menonton
hubungan seks yang kulakukan dengan isteriku dari awal sampai akhir. Bahkan dia juga sudah merasakan sendiri
nikmatnya dirangsang ketika Aku mengulumi puting dadanya dan menjilati kewanitaannya.
Yang dia belum alami adalah orgasme-nya sendiri. Tentu saja ini sulit kuberikan, karena Aku sudah commit tak
akan merusak anak angkatku walaupun dia pernah memintanya. Bahkan Aku sempat juga tergoda untuk melakukannya.
Tapi, biarlah yang satu itu ia dapatkan dari suaminya kelak. Kadang Aku merindukan saat-saat berdua saja dan
bebas melakukan apa saja (kecuali yang satu itu). Tapi Aku memang benar-benar ingin lagi merabai tubuhnya.
Sudah beberapa bulan Aku tak lagi 'memeriksa' sudah sebesar apa buah dadanya, atau sedah lebatkah bulu-bulu
kelaminnya. Kesempatan untuk berdua semakin susah kudapatkan, apalagi Mimin sudah semakin sibuk dengan
kegiatan-kegiatan eks-kul-nya. Bahkan untuk bertanya berapa sekarang ukuran bra dia, aku tak punya kesempatan.
Tapi.... suatu pagi ketika Aku sedang di kantor, telepon berdering.
"Ayah, punya nomor telepon Avia Travel gak?" terdengar suara isteriku.
Aku hampir melonjak kegirangan. Itu artinya isteriku mau ke Bandung.
"Ada...ada... bentar Ayah cari dulu...."kataku girang.
Cepat-cepat Aku cari di HP, gak ketemu. Di buku catatan juga tak ketemu.
"Tutup dulu dah Bu, entar Ayah telepon"
Kenapa musti bingung cari-cari? Telepon saja 108, beres. Itulah Aku, saking gembiranya sampai lupa. Aku juga
tak memikirkan kenapa isteriku tak nelepon saja ke Penerangan, mungkin dia juga lupa. Nomor sudah kudapat.
"Kapan Ibu mau ke Bandung?"tanyaku
"Eh... siapa yang mo ke Bandung" Seketika lenyaplah kegembiraanku.
"Lhah .... nanya travel buat apa?"tanyaku.
"Ini.... ibu-ibu tetangga pada mau jalan-jalan ke Jatiluhur...."
"Oooh...."kataku melongo, dan tentu saja kecewa.
"Ibu gak ikut?"
"Pasti dong ..... boleh kan Yah..."
"Boleh....boleh...."jawabku cepat.
"Makasih ya...." Untung dia tak curiga, kenapa Aku begitu bersemangat memberi izin....
***
Hari Minggu pagi-pagi isteriku sudah sibuk melakukan persiapan untuk jalan-jalan. Mimin sibuk pula membantunya.
"Bener kamu gak ikut, Min"tanya isteriku.
"Penginnya sih Bu.... tapi udah janjian ama temen2 nih....lagian 'kan ibu-ibu semua..."
"Tante Rina bawa anaknya tuh...."
"Iya emang, tapi kan .... masa Mimin gaul ama anak SD...."kata Mimin.
"Iya sih... emang ini acara ibu-ibu. Kali aja Mimin pengin ikutan"kata isteriku.
Aku antarkan isteriku sampai pintu pagar, selanjutnya Mimin membawakan tas berisi makanan sampai ke taman di
kompleks perumahan, di mana bus Avia travel sudah siap terparkir. Aku hanya melihatnya dari kejauhan saja.
Dasar ibu-ibu, heboh, mulutnya yang lebih banyak bekerja dibanding tangannya. Kulihat Mimin masih disitu,
padahal Aku harapkan dia segera balik. Sampai bus berangkat dan lenyap di tikungan, barulah Mimin pulang. Aku
masih di depan pintu memperhatikan Mimin jalan menuju rumah. Inilah saatnya.... Aha... belum-belum penisku
menegang melihat Mimin dengan blouse ketatnya. Dadanya berguncang indah ketika dia jalan cepat. Uh.... dada
anak ini sudah tumbuh sempurna. Berapa bulan ya Aku tak melihat gumpalan daging kembar itu?
Aku masuk, dengan berdebar menunggu kedatangan Mimin. Begitu beberapa langkah Mimin memasuki pintu, Aku sergap
dan memeluknya erat-erat. Walaupun agak kaget Miminpun segera menyambut pelukanku. Kurasakan ganjalan dadanya
memang lebih sesak.
"Min....."
"Ayah....."katanya
"Ayah kangen...."
"Kan tiap hari ketemu"katanya.
"Iya, tapi udah lama Ayah engga peluk kamu..."
"Iya ya Yah.... dah lama banget"
"Tubuh kamu....."kataku sambil merabai pantatnya. Makin padat dan makin membulat.
"Kanapa tubuh Mimin Yah...."
"Makin sexy aja...."
"Masa' sih Yah....."katanya sambil melepas pelukan dan mengamati tubuhnya sendiri.
"Rasanya biasa aja tuh.... sexy gimana Yah..."sambungnya.
Kutangkupkan kedua telapak tanganku ke kedua buah dadanya.
"Buah dadamu udah gede sekarang"kataku.
"Berapa sekarang ukuran bra kamu?"
"34B Yah...."
"Wow... udah sama ama punya Ibu tuh..."komentarku.
Kedua tanganku turun ke pinggangnya.
"Pinggang kamu mkin ramping...."
"Engga kok Yah....ukuran celana masih sama tuh..."
"Oh...mungkin ini nih..."kataku sambil tanganku merabai lengkungan indah pinggulnya.
"Pinggulmu nambah jadi pinggangmu terlihat menyusut"
Lalu tanganku ke belakang tubuhnya dan lalu meremasi kedua gumpalan pantatnya.
"Pantatmu ..... hmmm..... sexy banget...."
Lalu dengan cepat tanganku menuju dadanya melepas kancing blouse-nya satu persatu.
"Ayah mo ngapain...."
"Mimin blum mandi....."katanya lagi. Tangannya mencegah tanganku.
"Cuman pengin ngeliat aja..."kataku.
Lalu tangannya melepas tanganku. Aku meneruskan pekerjaaanku sampai semua kancingnya lepas. Juga blouse-nya
sekalian kutanggalkan. Mimin tak menolak.
Cup bra warna krem itu bagai tak mampu menampung kedua 'bola' putih mulus itu.
"Hmmm.... kaya'nya kamu harus pakai 36 Min...."
"Udah pernah nyoba.... kegedean Yah...."
"Atau coba yang 34 cup C deh...."
"Iya keknya"katanya.
Tanganku bergerak ke punggungnya dan melepas kaitan bra-nya. Mimin biasa saja, tak berreaksi. Bra itu
terlepas....
Wow !
Kini kedua bola kembar itu tampak seutuhnya.
Sepasang gumpalan daging yang dibungkus oleh kulit putih dan mulus, tanpa cacat. Urat-urat kehijauan samar-
samar menghiasi, menambah keindahan buah dada perawan ini. Mataku tak berkesip memandanginya...
"Kenapa Yah.... sampai melotot gitu...."katanya.
Puting dadanya berwarna nyaris pink, masih kecil seperti dulu, bedanya, sekarang menonjol menggemaskan.
"Puting dadamu......"
"Kenapa?"
"Udah nonjol, sekarang...."
"Habisnya.... Ayah raba-raba.... kan Mimin jadi horny...."
Aku terkejut. Dia sudah mengenal kata 'horny'. Rasanya Aku belum pernah mengnalkan kata itu.
Langsung saja mulutku merapat hendak menjangkau puting indahnya.
"Yah.... Mimin blum mandi....."
Aku tak peduli. Tak ada aroma aneh. Kukemot pelan-pelan puting yang mulai mengeras itu.
Mimin melenguh pelan.
Mulutku mengemoti puting kirinya sedangkan telapak tanganku meremasi dada kanannya. Puting itu makin keras.
Mimin merintih....
Sudah mirip rintihan wanita dewasa yang sedang menikmati rangsangan pada tubuhnya, bukan lagi rintihan gadis 16
tahun...
"Kita ke kamar Yah....."bisiknya pelan sambil terengah
Aku tersadar. Aku menciumi buah dada anak angkatku di ruang tamu. Bagaimana kalau tiba-tiba ada orang masuk ?
Kututup pintu depan dan kukunci, lalu Aku membimbing Mimin masuk ke kamarnya. Mimin masih sempat menyambar
blouse dan bra yang tercecer di lantai. Mimin langsung merebahkan diri ke kasur. Aku mengikutinya dan menindih
tubuhnya.
"Ayah udah keras....."katanya lemah.
"Terasa ya...."kataku.
Kubelai-belai dulu seluruh wajahnya. Dimataku, pagi ini Mimin jadi cantik luar biasa. Wajah putih bersih itu
jadi bersemu merah. Aku langsung mencium bibirnya dan Mimin menyambut ciumanku dengan hangat. Bibir dan
lidahnya segera bermain mengimbangi permainanku. Berbeda dengan ciuman beberapa bulan lalu, kali ini ciuman
Mimin terkesan ganas. Aku tak ingat lagi bahwa wanita yang sedang kutindih tubuhnya dan kulumat bibirnya ini
adalah anak angkatku. Rasanya Aku sedang mencumbui isteriku, cumbuan dalam proses menuju hubungan suami isteri.
Dalam bayanganku, isteriku ini menjadi jauh lebih muda. Terbayang kan nikmatnya ? Aku lupa bahwa isteriku
sebenarnya sekarang sedang duduk dalam bus menuju Jatiluhur.
Lelah berciuman, biasanya mulutku terus ke bawah menciumi leher. Biasanya isteriku menggelinjang menerima
ciuman di lehernya. Tapi "isteri"ku ini hanya merintih dan merintih, tubuhnya hanya sedikit ber-gerak-gerak,
bukan menggelinjang. Dari leher turun ke dada, pastilah.
Aku mulai dari menciumi buah sebelah kanan sementara tanganku meremasi dada kiri. Dalam genggamanku buah ini
sama besarnya milik isteriku, tapi... kekenyalannya jauh berbeda. Dada "isteriku" ini begitu keras dan padat.
Mulutkupun merasakan perbedaan. Puting yang sedang kukemot ini lebih mungil. Reaksinya juga beda. Berbeda
dengan Mimin beberapa bulan lalu sering geli-geli sehingga kadang2 menepis, Mimin sekarang menikmatinya dengan
merintih-rintih dan tubuh berkelojotan, sehingga sering mulutku harus mengikuti 'buah' yang 'berlari' kesana-
kemari. Lalu tangan dan mulutku berganti peran, mulutku pindah ke dada kiri dan tanganku ke dada kanan.
Tapi tak lama, Aku seolah "diingatkan" oleh gerakan pinggulnya yang mendesakkan selangkangannya ke
selangkanganku. Diingatkan ada yang belum kujamah. Tanganku melepas buah dadanya dan bergerak ke bawah menyusup
ke balik rok-nya, lalu menyusup sekali lagi ke balik celana dalamnya. Ehm.... terasa oleh tanganku, bulu-bulu
halus itu. Memang seperti yang sudah kuduga, Mimin telah basah. Tapi Aku tak mengira dia akan sekuyup ini.
Kakinya membuka seolah memberi jalan untuk tanganku. Begitu ujung jariku menyentuhnya, Mimin langsung melenguh
keras, dan panjang.
"Ooh....ayah...."
"Napa Min...."
"....Sedap....banget...."katanya terputus-putus.
Padahal jariku cuma menggosoki clit dan pintu liangnya.
Tiba pada tahap selanjutnya, yaitu seperti biasa, Aku akan membenamkan kepalaku di selangkangan isteriku,
cunillingus. Maka Aku bangkit, memelorotkan rok dan sekaligus celana dalamnya. Sejenak Aku tertegun. Dua hal
yang membuatku 'pause', pertama, yang sedang kutelanjangi ini ternyata bukan isteriku seperti bayanganku tadi.
Dan kedua, vagina ini sudah berubah. Permukaannya sudah ditumbuhi bulu-bulu halus yang hampir merata. Mirip
vagina artis JAV yang sering kulihat di internet, kalau tak salah namanya Miyabi...
Isteriku atau bukan, kali ini dia adalah milikku. Lalu ketika aku menundukkan kepala, "isteriku" ini bangkit.
"Yah.... jangan di sini....'
"Kenapa...?"
"Kalo-kalo temen Mimin nanti dateng.... biasanya langsung ke kamar...."
"Emang jam berapa mereka dateng"
Mimin melirij jam dinding.
"Masih sejam lagi sih.... tapi...."
"OK. kita pindah ke kamar Ayah"kataku.
Mimin bangkit sambil buru2 menyambar pakaiannya yang berserakan.
Sampai di kamarku, tiba-tiba Aku ingat sesuatu.
"Kita ke atas aja yuk...."
Kalau teman2 Mimin datang pasti akan mendengar lenguhan Mimin yang sekarang jadi keras. Mimin menangkap
maksudku, maka dengan masih telanjang bulat sambil menggamit pakaiannya Mimin naik tangga. Aku ikut di
belakangnya sambil menikmati goyang pantat polosnya yang begitu menggairahkan.
Kita berdua masuk ke kamar anakku dan langsung menguncinya. Mimin rebah terlentang di kasur, pahanya dibuka
lebar-lebar menyuguhkan belahan vagina yang membasah. Aku juga langsung melepas seluruh pakaianku dan menyerbu
selangkangan Mimin. Segera tercium aroma khas perawan, aroma yang kusukai. Aku mulai dengan menjilati clit dan
liangnya. Mimin lagi-lagi merintih dan tubuhnya gelisah.
"Ayah.....Ayah...."serunya pelan di sela-sela rintihannya. Beberapa menit kemudian.... tibalah saatnya.
"Ayo ...Yah.... masukin....sekarang....."katanya terputus-putus.
Aku bangkit dan bertumpu pada kedua lututku. Kelaminku dengan gagahnya telah siap. Kami berdua sudah
terrangsang sedemikian tingginya sehingga kami lupa tentang diri kami masing-masing. Yang Aku ingat hanyalah
Aku segera akan memasuki tubuh perempuan yang gelisah membasah ini. Kuletakkan kepala penisku di liang senggama
Mimin yang hanya terlihat seperti garis lembab. Kugosok-gosokan vertikal dari kelentit ke bawah dan sebaliknya.
Begitu terus berulang-ulang agar "garis" itu membuka. Mimin makin tak karuan.
Lalu.... pada posisi yang tepat, Aku menekan pelan. Mentok. Kepala penisku seperti membentur dinding. Kuulang
menggosok lagi beberapa kali, lalu mulai menekan, agak keras. Kepala penisku nyaris tenggelam ketika Mimin
mengaduh. Kulihat wajahnya berkerut menahan sakit. Tekanan kukendorkan.
"Sakit...Min....."
Mimin mengangguk-angguk. Bibirnya mengatup, kepalanya tengadah menatap atap dan matanya terpejam.
"Terus aja Yah...."serunya agak keras.
Justru suaranya yang agak keras ini menggugah kesadaranku. Sebentar lagi Aku akan merobek selaput dara anak
angkatku. Pantaskah perbuatanku ini?
".....Ayo Yah....."
Anakku lah yang mengundang, akankah Aku menerima undangannya ?
Aku bimbang.
Antara ya dan tidak
Antara memenuhi nafsu dan menimbang moral.
Sempitnya vagina ini memang menggiurkanku untuk merasakan sensasi yang pernah kurasakan belasan tahun lalu di
waktu malam pengantin. Tapi, harus dibayar mahal oleh masa depan anak perwan ini.
Begitu bejatkah Aku ?
Tidak ! Aku tak sebejat itu. Mengorbankan masa depan anak angkat hanya demi sensasi selaput dara.
Aku menarik kelaminku.
Mata Mimin terbuka.
"Kenapa Ayah....?"
Aku hanya memandanginya.
"Ayah....?"
"Engga, Min...."
Wajah Mimin masih menatapku dengan keheranan.
"Sebaiknya tidak kita lakukan...."kataku.
"Tapi Ayah.... Mimin pengin ngerasain....."
"Tidak Mimin, tidak sepantasnya ...."
"Mimin ingin Ayah yang pertama melakukannya...."
Aku hanya diam.
"Aku rela Yah......"
Aku bingung.
Tapi di saat kritis begini, Aku tiba-tiba menemukan jalan keluar.
Kubenamkan lagi wajahku ke selangkangan Mimin. Kujilati lagi clit-nya, liangnya.
Mimin kembali mendesah.
Bahkan clitnya kini kukemot-kemot.
Mimin makin tak karuan.
Aku terus tak peduli rintihannya.
....Sampai beberapa menit kemudian......
Tubuhnya mengejang hebat. pahanya menjepit kepalaku dengan kencang.
Lalu kudengar lenguhan panjang, bahkan teriakan nada tinggi.
Kurasakan tubuhnya bergetar dan lalu berkedut-kedut beraturan, beberapa kali.
Mimin telah sampai.
"Ayah......... enak bangeeet........"
Kulepas kemotanku, kubiarkan tubuhnya berkedutan. beberapa lama.
Lalu kurasakan jepitan pahanya melonggar.
Pahanya jatuh, tubuhnya rebah lemas.
Aku melepaskan diri. Mimin lalu meraih tubuhku dan memelukku kencang.
"Terima kasih Ayah....... enak banget......"
Aku juga memeluknya erat.
"Baru kali ini Mimin merasakan sedapnya......"
Mimin telah merasakan orgasme pertamanya...... !
Orgasme Sang Perawan,
Orgasme clitoral.
Kubiarkan Mimin larut menikmati orgasme pertamanya. Wajahnya bersemu merah dihiasi butiran2 keringat, matanya
masih terpejam. Pinggulnya kadang masih berkedut. Beberapa menit kemudian tubuhnya mulai agak tenang, dan
matanya membuka, menatapku, dan tersenyum... (Friends, menurutku senyum yang paling indah adalah senyum tulus
dari cewe yang baru saja mengalami orgasme ! Silakan buktiin sendiri...he..he..)
"Makasih Ayah...."ujarnya
pelan.
Aku mendekati wajahnya dan kucium pipinya dengan lembut. Tanpa kusengaja penisku menyentuh pinggangnya.
"Oh...." seru Mimin.".....Ayah...belum....."lanjutnya.
Dipegangnya penisku yang masih agak keras. Dielus-elusnya sampai mengeras kembali. Lalu dia bangkit dan
kepalanya menuju ke selangkanganku, diciuminya penisku. Aku mulai 'naik' lagi.
Dijilatinya batangku sebelum akhirnya dimasukkan ke mulutnya yang mungil. Aku melenguh. Mimin makin semangat
mengulum dan menghisap. Nafsuku merambat seiring dengan desisan mulutku.
Mimin mengerjai kelaminku dengan bervariasi seperti yang pernah kuajarkan. Kepalanya naik-turun lalu berhenti
untuk menyedot-nyedot 'kepala'ku. Kadang dia mengulum sampai jauh ke belakang sehingga ujung penisku menyentuh
kerongkongannya, kadang dia lepas kulumannya untuk sekedar menjilat-jilat batang. Semuanya membuatku makin tak
karuan rasanya. Aku nilai Mimin sudah lihai dalam memberikan oral-sex kepada Ayah angkatnya. Rasanya tak ada
semilipun bagian kelaminku yang terlewat oleh mulut dan lidahnya. Mimin begitu telaten melakukan
'pekerjaan'nya.
Tentu saja ulahnya ini membuatku makin melayang di awang-awang. Kalau Aku memejamkan mata, segera terbayang
yang sedang melakukan oral ini adalah isteriku. Tapi begitu membuka mata, Aku tersadar.... dia adalah Mimin
yang sekarang keterampilannya dalam meng-oral sudah menyamai isteriku. Ketika kepalanya sedang tak banyak gerak
karena menghisap, Aku membelai-belai rambutnya.
"Mimin......"kataku pelan, setengah merintih.
Mimin tak menghentikan pekerjaannya, hanya bola matanya menatapku sejenak, lalu nunduk lagi menatap kelaminku.
Tatapan mata yang hanya sedetik itu membuatku merasakan sesuatu yang lain, suatu perasaan yang lebih nikmat.
"Mimin...." Aku memanggilnya lagi. Dia menatapku lagi hanya sekejap lalu nunduk lagi dan tetap pada aksinya.
Kubelai rambut dan keningnya. Mimin terus saja meng-oral.
"Min... liat Ayah Min...."
Kulumannya berhenti, matanya menatap mataku penuh tanda tanya.
"Teruskan Min.... tapi sambil liat Ayah..."
Mimin nurut. Kembali ia asyik dengan pekerjaannya tapi kini sambil menatapku.
Uuiih.... rasanya.... selangit.
Ini mungkin subyektif, rasanya Aku jadi enjoy banget ketika seorang cewe meng-oralku sambil bertatapan mata.
Bukan main rasanya.
(Aku perlu informasi nih, gimana dengan kalian para BFers, lebih merasakan enak atau biasa2 aja kalau kalian
di-oral sambil bertatapan mata. Belum pernah ? Coba dong....). Supaya lebih nyaman Aku mengubah posisi.
Kubilang ke Mimin untuk melepas sebentar. Aku pindah duduk ke satu2nya sofa di kamar anakku, duduk senyaman
mungkin. Mimin 'lesehan' di karpet di depanku. Sekarang posisinya lebih santai tak perlu menunduk dalam-dalam.
Mimin memulai aksinya lagi, kini matanya tak lepas dari mataku. Yang begini nih... yang membuatku cepat
merambat. Bayangkan, mata saling bertatapan sementara mulutnya asyik mengulumi penisku. Seluruh aksinya dengan
mudah Aku tonton. Aku makin naik....
Dulu sewaktu Aku mengenalkan untuk pertama kalinya dia melakukan oral, Aku tak menyetop atau melakukan gerakan
lain ketika Aku ejakulasi. Semprotan pertama sempat di dalam mulutnya sebelum dia melepas kulumannya dan
meludah. Kali ini Aku ingin dia seperti yang dilakukan isteriku, yaitu membiarkan Aku memancarkan cairan di
dalam mulut. Setelah itu terserah Mimin, mau ditelan atau dibuang. Isteriku kadang menelan kadang membuang
tergantung mood-nya.
Aku masih terus membelai-belai rambutnya, kadang memegang kepalanya. Sewaktu kurasakan rambatan semakin naik,
Aku semakin sering memegang kepalanya dibanding membelai rambut. Aku memang ada niatan nakal. Ketika Aku
merasakan waktunya hampir tiba, Aku tak pernah membelai lagi, tapi terus memegang kepalanya. Dan.........
ketika saatnya tiba....
Aku pegang kepalanya (oh.... jahatnya Aku), kupancarkan mani di dalam mulut Mimin. Bersamaan dengan pancaran
pertama, Mimin memundurkan kepalanya hendak melepaskan kuluman, tapi tanganku menahannya. Pancaran kedua,
kudengar Mimin menggumam. Pancaran ketiga dan seterusnya Mimin membiarkan saja apa yang terjadi. Dia mungkin
merasa bahwa Aku memang menginginkan begitu.
Sampai akhirnya penisku tak berkedut lagi, Aku melepas pegangan kepalanya dan Mimin melepaskan kulumannya
dengan mulut tetap mengatup. Buru2 dia mencari-cari tissu. Diambilnya beberapa lembar dengan cepat, lalu
ditumpahkan isi mulutnya ke atas gumpalan tissu...
"Iih....Ayah..... "katanya terengah.
"Kenapa Min?"
"Pas keluar, kepala Mimin malah ditahan...."
"Sorry ya Min.... "
"Untung engga ketelen...."
"Ketelen juga gak pa-pa"kataku. Mimin menoleh kaget. Ditatapnya mataku, menunggu penjelasan.
Kujelaskan tentang air mani, bersih, sepanjang si empunya tak penyakitan, protein, dll...
"Sorry ya Min..... Ayah merasa lebih nikmat begitu...."
"Oh iya, beneran Yah ?"
"Iya, beneran"
"Kalo Ayah ngerasa lebih enak, lain kali Mimin engga ngelepas deh...."
Kami masih tergeletak telanjang, sama-sama puas, sebelum akhirnya Mimin mengingatkan sebentar lagi teman2nya
mau datang.
"Siapa aja yang mau dateng?"tanyaku.
"Biasa... Dity dan Trissy..."
"Dity yang kamu bilang dadanya gede itu ya...."
"Kok Ayah masih inget aja"
"Iya dong. Temen2 anaknya harus Ayah kenal. Kalo Trissy yang mana tuh?"
"Emmm... yang putih, rada kurus, tinggi"
"Oh itu.... tapi rasanya engga lebih tinggi dari kamu"
"Samalah kira2. kan Mimin termasuk tinggi..."
"Tinggi dan sexy...."tambahku. sambil meremas dadanya.
"Ih.... Ayah genit"
Aku berpakaian dan Mimin memunguti pakaiannya lalu keluar kamar, turun, dan langsung masuk ke kamar mandi.
Terdengar guyuran air.
Aku masuk ke kamarku juga untuk mandi, dan keramas....
***
Keluar dari kamar mandi sudah terdengar dari kamar Mimin suara ribut cewe-cewe, sudah datang rupanya teman2
Mimin. Aku ke ruang tengah baca koran. Pintu kamar Mimin terbuka, Mimin nongol.
"Eh ... Ayah udah selesai...."katanya. Dia masuk kamar lagi. Selesai apanya?
Lalu mereka bertiga keluar kamar.
"Yah.... Dity ama Trissy mo lebaran ama Ayah"
Kuletakkan koran lalu Aku bangkit. Dity menghampiriku sambil senyum. Anak ini sudah lebih dewasa dibanding yang
kulihat beberapa bulan lalu. Memang dia sering main ke rumah, tapi Aku jarang ketemu. Dadanya membulat kencang,
senyumnya manis, kulitnya bersih walau tak seputih Mimin.
"Selamat Lebaran Oom...."
"Kemana aja kamu"
"Ada. Dity kan sering ke sini, Oom aja yang gak liat..." Bersalaman. Di belakangnya berdiri Trissy. Aku ingat
anak ini dulu kurus, sekarang tubuhnya telah berbentuk, padat langsing. Kelihatannya dadanya kencang walau tak
besar. Masih putih seperti dulu.
"Selamat Lebaran Oom...."kata Trissy. Lengan tangannya berbulu halus, menambah sexy.
"Kamu juga.... udah lama gak lihat eh.... udah gede ya sekarang" Sialan, tanpa kusadari Aku melirik dadanya
yang sudah bertumbuh.
Basa-basi sebentar sebelum mereka minta izin kembali ke kamar.
Kembali Aku duduk pegang koran, tapi pikiranku melantur...
Seandainya anak2 itu jadi "murid"ku juga seperti Mimin.... Ah, ngaco. Ramai obrolannya, entah apa saja yang
dibicarakan, Aku tak bisa menangkap. Sebentar2 diselingi dengan ketawa meriah. Itulah ABG, di mana2 sama.
Sekarang apa yang harus kulakukan ? Kalau ngelamun terus begini pikiranku jadi ngeres, terus kepingin
menelanjangi Mimin lagi. Hari libur, isteri tak ada, seharusnya bisa seharian menghabiskan waktu bertelanjang
dengan Mimin. Tapi masa Aku usir teman2nya. Bingung Aku mau ngapain. Cuma bisa berharap teman2nya segera
pulang. Tak mungkinlah, mereka sudah biasa berkumpul berjam-jam sampai sore.
Baca lagi, timbul kantuk, dan Aku tertidur di kursi......
Aku terbangun ketika seseorang menepuk pundakku.
"Eh.... sorry... Ayah tidur ya...."kata Mimin. Kuliat arloji, oh... Aku ketiduran sampai sejam. Rupanya
ejakulasi memuaskan pagi tadi membuatku terlelap...
"Teman2mu udah pulang?"
"Belum.... Eh, Yah" Mimin mendekatkan mulutnya ke telingaku.
"Bentar lagi mo pada buka2an tuh...."bisiknya.
Aku belum tersadar sepenuhnya.
"Buka apa?"tanyaku.
"Ih Ayah.... kaya dulu yang Mimin ceritakan"
Perlahan kesadaranku pulih.
Ya, Aku ingat. Mimin pernah cerita, teman2nya kalau di kamar rame2 suka saling membuka pakaian memperlihatkan
tubuh masing2.
Aku tak tahu kenapa Mimin perlu bilang hal itu kepadaku. Apakah dia ingin supaya Aku melihat tubuh teman2nya?
"Kok bilang ke Ayah?"
"Ssst.... pelan2"bisiknya."Bukan gitu. Tadi Aku disuruh ngecek Ayah ada dimana, lagi apa, sebelum mulai 'acara'
"katanya.
"Trus?"
"Kali aja Ayah mo liat...."
Gila. Apa anak ini sudah gila? Oh iya, baru Aku ingat. Dulu Mimin pernah mengeluh tentang dadanya yang kecil
belum tumbuh sambil membandingkan dada temannya, ya Si Dity ini. Mendadak timbul ideku, ide yang menyenangkan.
"Mau, mau"kataku bersemangat.
"Idih.... semangat bener..."
"Lho kan dulu kamu pernah cerita....."
"Iya ...iya...makanya Mimin tawarin"
"Bilang aja Ayah ada di kamar udah tidur"kataku.
"Entar Ayah ngintip dari kamar Ayah?"
"Ya"
"Mana bisa Yah...."
Anak ini pintar. Posisi daun pintu hanya memungkinkan seseorang mengintip dari kamar Mimin ke kamarku, bukan
sebaliknya. Selain dari pintu, tak ada lubang lain di dinding pemisah kedua kamar itu. Apa akal ? Ini
kesempatan emas ! Ayo pikir ! Dan, jalan menuju kesesatan selalu mudah ditemukan, ide segera didapat.
"Gini aja Min, bilang aja Ayah ada di kamar, entar gak enak kalo ketahuan"
"Sementara Ayah mo beresin kamar di atas. Nanti kamu bilang kalo mo buka2an di kamar atas aja, aman"lanjutku.
"Kalo soal beginian, Ayah jagonya deh...."kata Mimin sambil beranjak kembali ke kamarnya. Aku hanya sempat
menepuk pantat padatnya.
Aku ke atas ke kamar yang tadi kugunakan bersama Mimin. Aku beres-beres sampai rapi. Rencananya, Mimin kusuruh
ajak teman2nya buat buka2an di kamar ini, sedangkan Aku bisa ngintip dari kamar sebelah lewat lubang angin yang
berlapis kawat nyamuk. Aku lalu ke kamar sebelah untuk menyiapkan acara pengintipan. Pelan2 banget Aku geser
meja belajar anakku ke dekat lubang angin, lau Aku coba mengintip. Ah, posisinya kurang pas. Mereka pastinya
akan beraksi di tempat tidur. Pandangan dari sini ke tempat tidur sebelah kurang leluasa.
Aha, kenapa tak ditukar saja. Mereka Aku suruh ke kamar ini sementara Aku ngintip dari kamar sebelah. Posisi
tempat tidurnya pas, dan lebih terang karena jendela kamar ini langsung menuju ke arah depan rumah. Dengan
hati2 ku kembalikan posisi meja belajar, dan Aku tinggal menggeser sedikit posisi tempat tidur supaya seluruh
permukaatn tempat tidur bisa ku"monitor" dari kamar sebelah. Aku kembali ke kamar sebelah untuk mempersiapkan
tempat pengintipan. Aku geser meja ke dinding yang ada lubang anginnya, aku naik dan ..... pandangan ke sebelah
luas, terang, dan leluasa ! Tapi harus ditest dulu supaya keamanan terjamin. Kutaruh suatu benda di dekat
lubang angin, Aku turun dan mematikan lampu kamar, dan menuju ke "kamar shooting". Dari tempat tidur "shooting"
Aku memandang ke lubang angin. Gelap. benda tadi hanya samar banget terlihatnya. Aman. Kamar ini sengaja
pintunya kubuka lebar-lebar, sedangkan pintu kamar sebelah Aku tutup rapat. Show time....
Aku turun sambil berpikir gimana caranya memberitahu ke Mimin bahwa kamar sudah siap. Aku masuk ke kamarku,
terbatuk-batuk supaya Mimin tahu keberadaanku. Benar saja, tak lama kemudian MImin masuk kamarku, Aku segera
memberi "instruksi" supaya acaranya di kamar atas depan saja.
"Jadi Ayah di kamar tengah?"tanyanya setengah berbisik
"Ya"
"Tapi hati2 ya Yah, jangan sampai ketahuan"
"Beres"
Kudengar mereka dengan berhati-hati naik ke lantai atas. Dengan tak sabaran dan bertelanjang kaki Aku menyusul
ke atas dan langsung masuk ke kamar tengah. terdengar suara cekikikan meraka. Hati2 Aku naik ke meja dan
mendekat ke lubang angin. Dan.......
Mereka bertiga sudah membuka baju masing2, hanya ber-bra tapi bawahannya masih lengkap. Mereka ketawa-tawa
sambil saling colek. Dity jelas buah dadanya bagai tak tertampung oleh bra-nya. Pinggirannya jelas membulat.
Tapi Trissy, Aku tak menyangka. Tadi sewaktu salaman, dari luar kulihat dadanya biasa saja, hanya sedikit
tonjolan kecil. Tapi setelah dia buka baju, dada itu jelas berbentuk dan menonjol. Memang kecil, tapi bentuknya
indah, bulat dan nonjol. Pelan tapi pasti, penisku mengembang dan mengeras. Mimin tak perlu kuceritakan, kalian
sudah tahu semua kan ?
Mereka saling meminta kawannya agar duluan membuka bra. Trissy mencoba menarik bra Dity. Dity memegang erat
bra-nya.
"Ya udah...gw duluan...."kata Mimin. Dengan tenang Mimin mencopot bra-nya.
"Oh.... punya elo gede sekarang"kata Trissy.
"Eh...ini apaan.... kaya bekas cupang"kata Dity menunjuk buah dada kiri Mimin. Disambut ketawa ngakak mereka
berdua. Mimin hanya senyum kecut.
Ah.... tadi Aku ciumin dada kiri Mimin dengan gemasnya. Mungkin sekarang berbekas.
"Sekarang buka"kata Mimin
"Elo dulu"kata Trissy nunjuk Dity.
"Elo duluan"sahut Dity
"Gimana sih elo....katanya tadi pengin buka2an..."kata Mimin.
"Ya tuh Dity..."
"Eh, elo yang ngotot pengin..."
"Elo juga"
"Suit deh..."kata Mimin. Berdua suit, Trissy kalah, dia mulai membuka kaitan bra di punggung, dan dadanya kini
terbuka. Benar2 dada yang menggemaskan. Putih, kecil, bulat, menonjol, dan putingnya mungil hampir tak
kelihatan. Penisku kini telah tegang. Ah...Aku pengin lagi. "Sekarang elo" Aku dikejutkan teriakan Trissy. Dity
membuka bra-nya....
Dua gumpalan itu serasa terbebas dari kungkungan. Benar kata Mimin, buah dada Dity memang besar. Anak ini
paling umurnya baru 17 tahun juga, tapi dadanya.... Putingnyapun jelas menonjol ke depan. Serasa enak kalau
dikemot-kemot... Walaupun terkesan berat, tapi buah itu masih tegak ke depan, tidak turun. Inilah menangnya
umur ABG, masih serba kencang.
"Tuh bola apa toket..."kata Trissy sambil tangannya memegang bulatan. Dity menangkis.
"Makin gede aja punya elo...."kata Mimin.
Besarnya mirip buah dada isteriku, tapi jelas lebih kencang punya Dity.
Aku makin gelisah...
AKu lalu ingat isteriku. Sedang apa dia ya. Aku kini sungguh2 berharap isteriku segera pulang, tapi ini belum
sore....
"Ayo kita lepas semuanya..." kata Mimin sambil melepas roknya. Kedua temannya juga berbuat yang sama. Tapi
saatnya Mimin sudah telanjang bulat, kedua temannya masih belum bersedia melepas celana dalamnya. Mendadak
Mimin menangkap tubuh Trissy dari belakang.
Dity segera tahu apa yang harus diperbuat. Dipelorotkannya celana dalam Trissy, Trissy meronta-ronta. Tapi
dikeroyok dua orang Trissy tak berdaya. Celana dalam crem itupun terlepas sudah, menyajikan bulu2 yang sungguh
lebat ! Giliran Dity yang dikeroyok.
"Udah.... udah.... gw lepas sendiri..."teriak Dity. Kini ketiganya sudah bugil. Bulu2 Dity sedikit lebih rimbun
dibanding bulu Mimin.
Ketiganya kini tergolek di kasur. Tiga gadis remaja telentang berjajar, semuanya bugil. Sungguh pemandangan
yang indah ! Mereka ngobrol acuh. Tak jelas apa yang diomongkan.
Aku yang tak kuat ....
Aku membayangkan, seandainya Dity, atau Trissy, tergolek seperti itu dan Aku ada di situ, mungkin Aku dengan
lancarnya akan memasukkan kelaminku menembus keperawanannya, tanpa hambatan mental seperti yang kualami pada
Mimin. Mereka toh bukan anak angkatku... Tapi apakah mereka juga bersedia seperti Mimin? Mereka harus jadi
muridku dulu...
Mimin bangkit, menyambar kain selimut untuk menutupi tubuhnya.
"Kemana elo?"tanya dua temannya berbarengan.
"Mo ke bawah, ngecek babe dulu sambil ambil minuman...haus euy..."
"Jangan pake lama ya..."
Mimin keluar kamar dan turun ke lantai 1.
Aku dengan amat hati2 tak bersuara, turun dari tempat ngintip, keluar kamar mengikuti Mimin.
"Min...."
Mimikn menoleh kaget. Matanya melirik ke bawah tubuhku yang amat jelas menonjol. Aku seret dia masuk ke
kamarku, sekali renggut kain selimutnya jatuh ke lantai, kutarik ke kasur. Dengan cepat kubuka celanaku, dan
kudekatkan kelaminku yang sudah mengeras ke mulutnya. tanpa bicara Mimin mengerti maksudku. Didorongnya tubuhku
hingga rebah terlentang.
"Hi..hi.... Ayah gak tahan ya....."
Dia mulai meng-oralku. Dia sudah tahu, matanya menatap mataku. Tapi justru Aku yang merem, karena membayangkan
Dity yang melakukannya.
Mungkin karena didahului oleh pameran tubuh2 remaja tadi, mungkin juga karena membayangkan Dity, dan kadang2
berganti Trissy yang melakukannya, Aku jadi cepat "naik".
naik semakin tinggi....
terbang....
melayang di awan....
Dan....
Mimin tahu apa yang harus dilakukannya
Tanpa dipegangi kepalanya, Mimin membiarkan penisku tetap di dalam mulutnya ketika Aku sampai di puncak.
Penisku berdenyut-denyut sambil memuntahkan sperma di dalam mulut Mimin....
Mulutnya tetap 'menggenggam' penisku hingga denyutan berhenti.
Mimin telah belajar....
Cara melepasnyapun sudah pintar
Surut ke belakang dengan bibir masih melekat erat, menyapu...
Juga mengambil tissu, setelahnya. Tapi hanya untuk mengelap mulutnya, tidak untuk menampung seperti tadi.
"Mimin......?"
Mimin mengangguk.
"Habisnya .... waktu ayah keluar tadi, punya Ayah pas di dalem banget, ketelen deh ama Mimin...."
Semuanya?
"Tanggung.... Mimin telen aja semuanya...."
"Gimana rasanya?"
"Aneh"
Aku mendekati wajahnya dan kucium pipinya dengan lembut. Tanpa kusengaja penisku menyentuh pinggangnya.
"Oh...." seru Mimin.".....Ayah...belum....."lanjutnya.
Dipegangnya penisku yang masih agak keras. Dielus-elusnya sampai mengeras kembali. Lalu dia bangkit dan
kepalanya menuju ke selangkanganku, diciuminya penisku. Aku mulai 'naik' lagi.
Dijilatinya batangku sebelum akhirnya dimasukkan ke mulutnya yang mungil. Aku melenguh. Mimin makin semangat
mengulum dan menghisap. Nafsuku merambat seiring dengan desisan mulutku.
Mimin mengerjai kelaminku dengan bervariasi seperti yang pernah kuajarkan. Kepalanya naik-turun lalu berhenti
untuk menyedot-nyedot 'kepala'ku. Kadang dia mengulum sampai jauh ke belakang sehingga ujung penisku menyentuh
kerongkongannya, kadang dia lepas kulumannya untuk sekedar menjilat-jilat batang. Semuanya membuatku makin tak
karuan rasanya. Aku nilai Mimin sudah lihai dalam memberikan oral-sex kepada Ayah angkatnya. Rasanya tak ada
semilipun bagian kelaminku yang terlewat oleh mulut dan lidahnya. Mimin begitu telaten melakukan
'pekerjaan'nya.
Tentu saja ulahnya ini membuatku makin melayang di awang-awang. Kalau Aku memejamkan mata, segera terbayang
yang sedang melakukan oral ini adalah isteriku. Tapi begitu membuka mata, Aku tersadar.... dia adalah Mimin
yang sekarang keterampilannya dalam meng-oral sudah menyamai isteriku. Ketika kepalanya sedang tak banyak gerak
karena menghisap, Aku membelai-belai rambutnya.
"Mimin......"kataku pelan, setengah merintih.
Mimin tak menghentikan pekerjaannya, hanya bola matanya menatapku sejenak, lalu nunduk lagi menatap kelaminku.
Tatapan mata yang hanya sedetik itu membuatku merasakan sesuatu yang lain, suatu perasaan yang lebih nikmat.
"Mimin...." Aku memanggilnya lagi. Dia menatapku lagi hanya sekejap lalu nunduk lagi dan tetap pada aksinya.
Kubelai rambut dan keningnya. Mimin terus saja meng-oral.
"Min... liat Ayah Min...."
Kulumannya berhenti, matanya menatap mataku penuh tanda tanya.
"Teruskan Min.... tapi sambil liat Ayah..."
Mimin nurut. Kembali ia asyik dengan pekerjaannya tapi kini sambil menatapku.
Uuiih.... rasanya.... selangit.
Ini mungkin subyektif, rasanya Aku jadi enjoy banget ketika seorang cewe meng-oralku sambil bertatapan mata.
Bukan main rasanya.
(Aku perlu informasi nih, gimana dengan kalian para BFers, lebih merasakan enak atau biasa2 aja kalau kalian
di-oral sambil bertatapan mata. Belum pernah ? Coba dong....). Supaya lebih nyaman Aku mengubah posisi.
Kubilang ke Mimin untuk melepas sebentar. Aku pindah duduk ke satu2nya sofa di kamar anakku, duduk senyaman
mungkin. Mimin 'lesehan' di karpet di depanku. Sekarang posisinya lebih santai tak perlu menunduk dalam-dalam.
Mimin memulai aksinya lagi, kini matanya tak lepas dari mataku. Yang begini nih... yang membuatku cepat
merambat. Bayangkan, mata saling bertatapan sementara mulutnya asyik mengulumi penisku. Seluruh aksinya dengan
mudah Aku tonton. Aku makin naik....
Dulu sewaktu Aku mengenalkan untuk pertama kalinya dia melakukan oral, Aku tak menyetop atau melakukan gerakan
lain ketika Aku ejakulasi. Semprotan pertama sempat di dalam mulutnya sebelum dia melepas kulumannya dan
meludah. Kali ini Aku ingin dia seperti yang dilakukan isteriku, yaitu membiarkan Aku memancarkan cairan di
dalam mulut. Setelah itu terserah Mimin, mau ditelan atau dibuang. Isteriku kadang menelan kadang membuang
tergantung mood-nya.
Aku masih terus membelai-belai rambutnya, kadang memegang kepalanya. Sewaktu kurasakan rambatan semakin naik,
Aku semakin sering memegang kepalanya dibanding membelai rambut. Aku memang ada niatan nakal. Ketika Aku
merasakan waktunya hampir tiba, Aku tak pernah membelai lagi, tapi terus memegang kepalanya. Dan.........
ketika saatnya tiba....
Aku pegang kepalanya (oh.... jahatnya Aku), kupancarkan mani di dalam mulut Mimin. Bersamaan dengan pancaran
pertama, Mimin memundurkan kepalanya hendak melepaskan kuluman, tapi tanganku menahannya. Pancaran kedua,
kudengar Mimin menggumam. Pancaran ketiga dan seterusnya Mimin membiarkan saja apa yang terjadi. Dia mungkin
merasa bahwa Aku memang menginginkan begitu.
Sampai akhirnya penisku tak berkedut lagi, Aku melepas pegangan kepalanya dan Mimin melepaskan kulumannya
dengan mulut tetap mengatup. Buru2 dia mencari-cari tissu. Diambilnya beberapa lembar dengan cepat, lalu
ditumpahkan isi mulutnya ke atas gumpalan tissu...
"Iih....Ayah..... "katanya terengah.
"Kenapa Min?"
"Pas keluar, kepala Mimin malah ditahan...."
"Sorry ya Min.... "
"Untung engga ketelen...."
"Ketelen juga gak pa-pa"kataku. Mimin menoleh kaget. Ditatapnya mataku, menunggu penjelasan.
Kujelaskan tentang air mani, bersih, sepanjang si empunya tak penyakitan, protein, dll...
"Sorry ya Min..... Ayah merasa lebih nikmat begitu...."
"Oh iya, beneran Yah ?"
"Iya, beneran"
"Kalo Ayah ngerasa lebih enak, lain kali Mimin engga ngelepas deh...."
Kami masih tergeletak telanjang, sama-sama puas, sebelum akhirnya Mimin mengingatkan sebentar lagi teman2nya
mau datang.
"Siapa aja yang mau dateng?"tanyaku.
"Biasa... Dity dan Trissy..."
"Dity yang kamu bilang dadanya gede itu ya...."
"Kok Ayah masih inget aja"
"Iya dong. Temen2 anaknya harus Ayah kenal. Kalo Trissy yang mana tuh?"
"Emmm... yang putih, rada kurus, tinggi"
"Oh itu.... tapi rasanya engga lebih tinggi dari kamu"
"Samalah kira2. kan Mimin termasuk tinggi..."
"Tinggi dan sexy...."tambahku. sambil meremas dadanya.
"Ih.... Ayah genit"
Aku berpakaian dan Mimin memunguti pakaiannya lalu keluar kamar, turun, dan langsung masuk ke kamar mandi.
Terdengar guyuran air.
Aku masuk ke kamarku juga untuk mandi, dan keramas....
***
Keluar dari kamar mandi sudah terdengar dari kamar Mimin suara ribut cewe-cewe, sudah datang rupanya teman2
Mimin. Aku ke ruang tengah baca koran. Pintu kamar Mimin terbuka, Mimin nongol.
"Eh ... Ayah udah selesai...."katanya. Dia masuk kamar lagi. Selesai apanya?
Lalu mereka bertiga keluar kamar.
"Yah.... Dity ama Trissy mo lebaran ama Ayah"
Kuletakkan koran lalu Aku bangkit. Dity menghampiriku sambil senyum. Anak ini sudah lebih dewasa dibanding yang
kulihat beberapa bulan lalu. Memang dia sering main ke rumah, tapi Aku jarang ketemu. Dadanya membulat kencang,
senyumnya manis, kulitnya bersih walau tak seputih Mimin.
"Selamat Lebaran Oom...."
"Kemana aja kamu"
"Ada. Dity kan sering ke sini, Oom aja yang gak liat..." Bersalaman. Di belakangnya berdiri Trissy. Aku ingat
anak ini dulu kurus, sekarang tubuhnya telah berbentuk, padat langsing. Kelihatannya dadanya kencang walau tak
besar. Masih putih seperti dulu.
"Selamat Lebaran Oom...."kata Trissy. Lengan tangannya berbulu halus, menambah sexy.
"Kamu juga.... udah lama gak lihat eh.... udah gede ya sekarang" Sialan, tanpa kusadari Aku melirik dadanya
yang sudah bertumbuh.
Basa-basi sebentar sebelum mereka minta izin kembali ke kamar.
Kembali Aku duduk pegang koran, tapi pikiranku melantur...
Seandainya anak2 itu jadi "murid"ku juga seperti Mimin.... Ah, ngaco. Ramai obrolannya, entah apa saja yang
dibicarakan, Aku tak bisa menangkap. Sebentar2 diselingi dengan ketawa meriah. Itulah ABG, di mana2 sama.
Sekarang apa yang harus kulakukan ? Kalau ngelamun terus begini pikiranku jadi ngeres, terus kepingin
menelanjangi Mimin lagi. Hari libur, isteri tak ada, seharusnya bisa seharian menghabiskan waktu bertelanjang
dengan Mimin. Tapi masa Aku usir teman2nya. Bingung Aku mau ngapain. Cuma bisa berharap teman2nya segera
pulang. Tak mungkinlah, mereka sudah biasa berkumpul berjam-jam sampai sore.
Baca lagi, timbul kantuk, dan Aku tertidur di kursi......
Aku terbangun ketika seseorang menepuk pundakku.
"Eh.... sorry... Ayah tidur ya...."kata Mimin. Kuliat arloji, oh... Aku ketiduran sampai sejam. Rupanya
ejakulasi memuaskan pagi tadi membuatku terlelap...
"Teman2mu udah pulang?"
"Belum.... Eh, Yah" Mimin mendekatkan mulutnya ke telingaku.
"Bentar lagi mo pada buka2an tuh...."bisiknya.
Aku belum tersadar sepenuhnya.
"Buka apa?"tanyaku.
"Ih Ayah.... kaya dulu yang Mimin ceritakan"
Perlahan kesadaranku pulih.
Ya, Aku ingat. Mimin pernah cerita, teman2nya kalau di kamar rame2 suka saling membuka pakaian memperlihatkan
tubuh masing2.
Aku tak tahu kenapa Mimin perlu bilang hal itu kepadaku. Apakah dia ingin supaya Aku melihat tubuh teman2nya?
"Kok bilang ke Ayah?"
"Ssst.... pelan2"bisiknya."Bukan gitu. Tadi Aku disuruh ngecek Ayah ada dimana, lagi apa, sebelum mulai 'acara'
"katanya.
"Trus?"
"Kali aja Ayah mo liat...."
Gila. Apa anak ini sudah gila? Oh iya, baru Aku ingat. Dulu Mimin pernah mengeluh tentang dadanya yang kecil
belum tumbuh sambil membandingkan dada temannya, ya Si Dity ini. Mendadak timbul ideku, ide yang menyenangkan.
"Mau, mau"kataku bersemangat.
"Idih.... semangat bener..."
"Lho kan dulu kamu pernah cerita....."
"Iya ...iya...makanya Mimin tawarin"
"Bilang aja Ayah ada di kamar udah tidur"kataku.
"Entar Ayah ngintip dari kamar Ayah?"
"Ya"
"Mana bisa Yah...."
Anak ini pintar. Posisi daun pintu hanya memungkinkan seseorang mengintip dari kamar Mimin ke kamarku, bukan
sebaliknya. Selain dari pintu, tak ada lubang lain di dinding pemisah kedua kamar itu. Apa akal ? Ini
kesempatan emas ! Ayo pikir ! Dan, jalan menuju kesesatan selalu mudah ditemukan, ide segera didapat.
"Gini aja Min, bilang aja Ayah ada di kamar, entar gak enak kalo ketahuan"
"Sementara Ayah mo beresin kamar di atas. Nanti kamu bilang kalo mo buka2an di kamar atas aja, aman"lanjutku.
"Kalo soal beginian, Ayah jagonya deh...."kata Mimin sambil beranjak kembali ke kamarnya. Aku hanya sempat
menepuk pantat padatnya.
Aku ke atas ke kamar yang tadi kugunakan bersama Mimin. Aku beres-beres sampai rapi. Rencananya, Mimin kusuruh
ajak teman2nya buat buka2an di kamar ini, sedangkan Aku bisa ngintip dari kamar sebelah lewat lubang angin yang
berlapis kawat nyamuk. Aku lalu ke kamar sebelah untuk menyiapkan acara pengintipan. Pelan2 banget Aku geser
meja belajar anakku ke dekat lubang angin, lau Aku coba mengintip. Ah, posisinya kurang pas. Mereka pastinya
akan beraksi di tempat tidur. Pandangan dari sini ke tempat tidur sebelah kurang leluasa.
Aha, kenapa tak ditukar saja. Mereka Aku suruh ke kamar ini sementara Aku ngintip dari kamar sebelah. Posisi
tempat tidurnya pas, dan lebih terang karena jendela kamar ini langsung menuju ke arah depan rumah. Dengan
hati2 ku kembalikan posisi meja belajar, dan Aku tinggal menggeser sedikit posisi tempat tidur supaya seluruh
permukaatn tempat tidur bisa ku"monitor" dari kamar sebelah. Aku kembali ke kamar sebelah untuk mempersiapkan
tempat pengintipan. Aku geser meja ke dinding yang ada lubang anginnya, aku naik dan ..... pandangan ke sebelah
luas, terang, dan leluasa ! Tapi harus ditest dulu supaya keamanan terjamin. Kutaruh suatu benda di dekat
lubang angin, Aku turun dan mematikan lampu kamar, dan menuju ke "kamar shooting". Dari tempat tidur "shooting"
Aku memandang ke lubang angin. Gelap. benda tadi hanya samar banget terlihatnya. Aman. Kamar ini sengaja
pintunya kubuka lebar-lebar, sedangkan pintu kamar sebelah Aku tutup rapat. Show time....
Aku turun sambil berpikir gimana caranya memberitahu ke Mimin bahwa kamar sudah siap. Aku masuk ke kamarku,
terbatuk-batuk supaya Mimin tahu keberadaanku. Benar saja, tak lama kemudian MImin masuk kamarku, Aku segera
memberi "instruksi" supaya acaranya di kamar atas depan saja.
"Jadi Ayah di kamar tengah?"tanyanya setengah berbisik
"Ya"
"Tapi hati2 ya Yah, jangan sampai ketahuan"
"Beres"
Kudengar mereka dengan berhati-hati naik ke lantai atas. Dengan tak sabaran dan bertelanjang kaki Aku menyusul
ke atas dan langsung masuk ke kamar tengah. terdengar suara cekikikan meraka. Hati2 Aku naik ke meja dan
mendekat ke lubang angin. Dan.......
Mereka bertiga sudah membuka baju masing2, hanya ber-bra tapi bawahannya masih lengkap. Mereka ketawa-tawa
sambil saling colek. Dity jelas buah dadanya bagai tak tertampung oleh bra-nya. Pinggirannya jelas membulat.
Tapi Trissy, Aku tak menyangka. Tadi sewaktu salaman, dari luar kulihat dadanya biasa saja, hanya sedikit
tonjolan kecil. Tapi setelah dia buka baju, dada itu jelas berbentuk dan menonjol. Memang kecil, tapi bentuknya
indah, bulat dan nonjol. Pelan tapi pasti, penisku mengembang dan mengeras. Mimin tak perlu kuceritakan, kalian
sudah tahu semua kan ?
Mereka saling meminta kawannya agar duluan membuka bra. Trissy mencoba menarik bra Dity. Dity memegang erat
bra-nya.
"Ya udah...gw duluan...."kata Mimin. Dengan tenang Mimin mencopot bra-nya.
"Oh.... punya elo gede sekarang"kata Trissy.
"Eh...ini apaan.... kaya bekas cupang"kata Dity menunjuk buah dada kiri Mimin. Disambut ketawa ngakak mereka
berdua. Mimin hanya senyum kecut.
Ah.... tadi Aku ciumin dada kiri Mimin dengan gemasnya. Mungkin sekarang berbekas.
"Sekarang buka"kata Mimin
"Elo dulu"kata Trissy nunjuk Dity.
"Elo duluan"sahut Dity
"Gimana sih elo....katanya tadi pengin buka2an..."kata Mimin.
"Ya tuh Dity..."
"Eh, elo yang ngotot pengin..."
"Elo juga"
"Suit deh..."kata Mimin. Berdua suit, Trissy kalah, dia mulai membuka kaitan bra di punggung, dan dadanya kini
terbuka. Benar2 dada yang menggemaskan. Putih, kecil, bulat, menonjol, dan putingnya mungil hampir tak
kelihatan. Penisku kini telah tegang. Ah...Aku pengin lagi. "Sekarang elo" Aku dikejutkan teriakan Trissy. Dity
membuka bra-nya....
Dua gumpalan itu serasa terbebas dari kungkungan. Benar kata Mimin, buah dada Dity memang besar. Anak ini
paling umurnya baru 17 tahun juga, tapi dadanya.... Putingnyapun jelas menonjol ke depan. Serasa enak kalau
dikemot-kemot... Walaupun terkesan berat, tapi buah itu masih tegak ke depan, tidak turun. Inilah menangnya
umur ABG, masih serba kencang.
"Tuh bola apa toket..."kata Trissy sambil tangannya memegang bulatan. Dity menangkis.
"Makin gede aja punya elo...."kata Mimin.
Besarnya mirip buah dada isteriku, tapi jelas lebih kencang punya Dity.
Aku makin gelisah...
AKu lalu ingat isteriku. Sedang apa dia ya. Aku kini sungguh2 berharap isteriku segera pulang, tapi ini belum
sore....
"Ayo kita lepas semuanya..." kata Mimin sambil melepas roknya. Kedua temannya juga berbuat yang sama. Tapi
saatnya Mimin sudah telanjang bulat, kedua temannya masih belum bersedia melepas celana dalamnya. Mendadak
Mimin menangkap tubuh Trissy dari belakang.
Dity segera tahu apa yang harus diperbuat. Dipelorotkannya celana dalam Trissy, Trissy meronta-ronta. Tapi
dikeroyok dua orang Trissy tak berdaya. Celana dalam crem itupun terlepas sudah, menyajikan bulu2 yang sungguh
lebat ! Giliran Dity yang dikeroyok.
"Udah.... udah.... gw lepas sendiri..."teriak Dity. Kini ketiganya sudah bugil. Bulu2 Dity sedikit lebih rimbun
dibanding bulu Mimin.
Ketiganya kini tergolek di kasur. Tiga gadis remaja telentang berjajar, semuanya bugil. Sungguh pemandangan
yang indah ! Mereka ngobrol acuh. Tak jelas apa yang diomongkan.
Aku yang tak kuat ....
Aku membayangkan, seandainya Dity, atau Trissy, tergolek seperti itu dan Aku ada di situ, mungkin Aku dengan
lancarnya akan memasukkan kelaminku menembus keperawanannya, tanpa hambatan mental seperti yang kualami pada
Mimin. Mereka toh bukan anak angkatku... Tapi apakah mereka juga bersedia seperti Mimin? Mereka harus jadi
muridku dulu...
Mimin bangkit, menyambar kain selimut untuk menutupi tubuhnya.
"Kemana elo?"tanya dua temannya berbarengan.
"Mo ke bawah, ngecek babe dulu sambil ambil minuman...haus euy..."
"Jangan pake lama ya..."
Mimin keluar kamar dan turun ke lantai 1.
Aku dengan amat hati2 tak bersuara, turun dari tempat ngintip, keluar kamar mengikuti Mimin.
"Min...."
Mimikn menoleh kaget. Matanya melirik ke bawah tubuhku yang amat jelas menonjol. Aku seret dia masuk ke
kamarku, sekali renggut kain selimutnya jatuh ke lantai, kutarik ke kasur. Dengan cepat kubuka celanaku, dan
kudekatkan kelaminku yang sudah mengeras ke mulutnya. tanpa bicara Mimin mengerti maksudku. Didorongnya tubuhku
hingga rebah terlentang.
"Hi..hi.... Ayah gak tahan ya....."
Dia mulai meng-oralku. Dia sudah tahu, matanya menatap mataku. Tapi justru Aku yang merem, karena membayangkan
Dity yang melakukannya.
Mungkin karena didahului oleh pameran tubuh2 remaja tadi, mungkin juga karena membayangkan Dity, dan kadang2
berganti Trissy yang melakukannya, Aku jadi cepat "naik".
naik semakin tinggi....
terbang....
melayang di awan....
Dan....
Mimin tahu apa yang harus dilakukannya
Tanpa dipegangi kepalanya, Mimin membiarkan penisku tetap di dalam mulutnya ketika Aku sampai di puncak.
Penisku berdenyut-denyut sambil memuntahkan sperma di dalam mulut Mimin....
Mulutnya tetap 'menggenggam' penisku hingga denyutan berhenti.
Mimin telah belajar....
Cara melepasnyapun sudah pintar
Surut ke belakang dengan bibir masih melekat erat, menyapu...
Juga mengambil tissu, setelahnya. Tapi hanya untuk mengelap mulutnya, tidak untuk menampung seperti tadi.
"Mimin......?"
Mimin mengangguk.
"Habisnya .... waktu ayah keluar tadi, punya Ayah pas di dalem banget, ketelen deh ama Mimin...."
Semuanya?
"Tanggung.... Mimin telen aja semuanya...."
"Gimana rasanya?"
"Aneh"
0 komentar:
Posting Komentar